Kategori
HUKUM NEWS

Komisaris di Surabaya Melaporkan Direkturnya, Sebut Gegara Saham Tak Disetor ke Rekening Perusahaan

Surabaya, kabarkini.co : Pasutri asal China yang menjabat sebagai Komisaris PT Hesheng Plastic Industrial (HPI) B dan istrinya Y, melaporkan Seorang WNA di Surabaya berinisial LY. Dalam laporan tersebut, ia melaporkan LY yang menjabat sebagai Direktur. Laporan itu dilayangkan ke Polda Jatim lantaran diduga menipu dan menggelapkan uang senilai Rp 7 miliar.

Dalam perjalanan kasusnya, LY telah ditetapkan tersangka oleh penyidik kepolisian dari Ditreskrimum Polda Jatim. Namun, belakangan penyidik mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3.

Karena hal itu, B merasa keberatan. Lalu, mengajukan permohonan praperadilan di PN Surabaya. Supaya, penyidikan perkara tersebut dilanjut.

Kuasa Hukum B, Norma Sari Simangunsong menerangkan, kliennya datang ke Indonesia pertama kali dengan tujuan untuk mendirikan perusahaan. Lalu, ia bertemu dan berkolaborasi dengan LY.

Bermodalkan 35% atau 28.000 lembar saham, ia menduduki kursi komisaris. Sedangkan, LY memiliki 65% atau 52.000 lembar saham, menjabat sebagai direktur.

Lalu, LY mengaku hendak membuka rekening perusahaan di bank swasta. Ia meminta Biao menyetor sejumlah uang sebagai modal saham perusahaan 35%.

Usai tertarik, B melalui istrinya, Y, mentransfer uang ke rekening pribadi ayah LY. Kala itu, LY berdalih rekening perusahaan di bank swasta nasional masih dalam proses pengurusan. Maka dari itu, ia meminta uang untuk sementara ditransfer ke rekening pribadi ayahnya dulu.

Sontak, Y mentransfer sebanyak 3 kali ke rekening pribadi LY dengan masing-masing senilai 500.000 Renminbi. Selanjutnya, Y mentransfer lagi sebanyak 5 kali ke rekening LY senilai Rp 445,4 juta.

"Total uang yang disetor Rp 7 miliar. Lalu, kecurigaan klien saya mulai muncul setelah beberapa kali pengiriman sejak Mei 2020 ke rekening pribadi LY dan ayahnya," kata Norma saat ditemui, Rabu (15/3/2023).

Ia menyebut, dana dari LY belum disetor ke rekening perusahaan. Sejak saat itu pula, LY sulit dihubungi dan kerap menolak untuk ditemui di rumahnya di Mojokerto.

B menegaskan, ia tak mendapat keuntungan sepeser pun dari saham yang telah disetor. Lantas, LY mengadakan rapat umum pemegang saham atau RUPS yang juga dihadiri Biao.

Dalam RUPS itu, LY mengatakan kepada para peserta lainnya bila B tak pernah menyetor saham ke perusahaan. B sulit membuktikan karena dirinya mentransfer ke rekening pribadi LY dan ayahnya.

LY mendepak B dari jabatannya sebagai komisaris. Pun dengan statusnya sebagai pemegang saham 35% PT HPI.

Mengetahui hal itu, Y melaporkan LY ke Polda Jatim. LY selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka.

Tapi, usai gelar perkara di Mabes Polri, penyidik Polda Jatim menerbitkan SP3 untuk perkara itu. Namun, Norma menyayangkan bila tiba-tiba perkara tersebut dihentikan penyidikannya.

"Klien kami tidak mendapat surat pemberitahuan untuk penghentian perkara, tiba-tiba sudah mendapat SP3 (dari penyidik)," papar dia.

B merasa kecewa dengan terbitnya SP3 itu. Ia lantas mengajukan permohonan praperadilan terhadap Ditreskrimum Polda Jatim ke PN Surabaya.

Dalam permohonannya, B meminta supaya SP3 itu dibatalkan. Lalu, penyidikan dilanjutkan lagi.

Sayangnya, permohonan praperadilan ditolak hakim Arlandi Triyogo. Penolakan itu tersurat dalam putusannya pada Selasa (14/3/2023) lalu.

"Seharusnya, pemohon isti klien kami, YX karena yang melaporkan YX. Hakim menilai pemohon tidak punya legal standing," ungkap dia.

Terpisah, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto menuturkan, permohonan praperadilan yang diajukan pemohon tak bisa diterima. Sebab, Hakim telah mengabulkan eksepsi pihaknya yang menilai pemohon tak mempunyai kedudukan hukum. (K3)